Model Kebijakan Reduksi Pencemaran PM10 dari Emisi Kendaraan Bermotor di DKI Jakarta

Soleiman, Nuraini (2008) Model Kebijakan Reduksi Pencemaran PM10 dari Emisi Kendaraan Bermotor di DKI Jakarta. Doctoral thesis, Institut Pertanian Bogor.

[img]
Preview
Text
40188.pdf

Download (10MB) | Preview

Abstract

Meningkatnya penggunaan kendaraan bermotor di Jakarta mengakibatkan menurunnya kualitas udara ambien yang disebabkan oleh meningkatnya polutan yang diemisikan oleh kendaraan bermotor. Jenis polutan yang diemisikan sangat bergantung pada kondisi kendaraan dan kualitas bahan bakar yang digunakannya. Kendaraan yang menggunakan bahan bakar bensin sebagian berkontribusi terhadap gas buang Karbon monoksida (CO), Nitrogen oksida (NOx), dan Hidrokarbon (HC) serta Timbel (Pb), sedangkan kendaraan yang menggunakan bahan bakar solar mengemisikan debuJpartikulat dan Sulfur dioksida (S02). Jenis partikulat atau partikel-partikel debu yang umum terdapat di udara mengandung berbagai zat kimia diantaranya adalah partikel Karbon, Besi oksida (Fe203, Fe304), Magnesium oksida (MgO), Aluminium oksida (AL203) dan lainnya. Beberapa sifat partikel yang dapat menentukan tingkat bahaya bagi kesehatan manusia adalah ukuran partikel dan kemampuan absorbsi partikel terhadap molekul-molekul gas. Partikel Karbon merupakan partikel yang memiliki daya absorbsi molekul-molekul gas yang baik, termasuk molekul-molekul gas yang berbahaya bagi kesehatan manusia. PM10 adalah partikel debu yang diametemya berukuran lebih kecil dari 10 µmeter (mikrometer atau mikron). Partikel tersebut masuk ke dalam tubuh manusia melalui sistem pemapasan, sehingga semakin kecil ukuran partikel semakin jauh penetrasi partikel tersebut ke dalam sistem pemapasan. Ditinjau dari ukuran partikel dan daya absorbsi partikel serta kandungan zat kimia dari partikel, maka PM10 termasuk polutan yang berbahaya bagi kesehatan manusia dan dapat menyebabkan kematian. Data statistik menunjukkan bahwa meningkatnya penggunaan kendaraan bermotor di Jakarta menyebabkan meningkatnya emisi PM10 dengan rata-rata peningkatan lebih dari 500 ton/tahun antara tahun 1999-2004. Diprediksi penggunaan kendaraan terutama kendaraan pribadi akan terus meningkat selama belum tersedianya altematif sarana transportasi umum yang dapat memenuhi kebutuhan mobilitas masyarakat. Dengan demikian, emisi PM10 akan terus meningkat. Monitoring udara ambien menunjukkan bahwa konsentrasi ambien PM10 di beberapa wilayah telah melampaui BMA. Secara rata-rata konsentrasi ambien PM10 tahunan di Jakarta telah melampaui BMA. Semakin besar selisih konsentrasi ambien PM10 terhadap BMA, akan semakin besar dampak PM10 terhadap gangguan kesehatan. Beberapa kebijakan telah dilaksanakan untuk mereduksi emisi polutan dari kendaraan di Jakarta, baik melalui penetapan baku mutu emisi (BME) yang merupakan kebijakan nasional maupun kebijakan yang bersifat lokal untuk mereduksi jumlah kendaraan yang memasuki pusat kota Jakarta. Namun, kebijakan tersebut belum dapat mereduksi emisi polutan total dari kendaraan di Jakarta, sehingga emisi polutan total yang berasal dari kendaraan terus meningkat per tahunnya. Dengan meningkatnya emisi polutan total dari kendaran tersebut, maka konsentrasi ambien polutan tahunan akan terus meningkat. Berdasarkan analisis pengaruh meningkatnya emisi dari kendaraan terhadap konsentrasi ambien PM10 dan tidak berhasilnya kebijakan yang diterapkan untuk mereduksi kerusakan lingkungan yang terjadi, maka penelitian ini dibutuhkan. Secara umum penelitian ini bertujuan membangun model untuk menganalisis interaksi dinamis antara faktor-faktor lingkungan, sosial, dan ekonomi sebagai dasar analisis kebijakan pengendalian pencemaran PM10 dari kendaraan bermotor. Secara spesifik penelitian ini bertujuan menganalisis dampak meningkatnya emisi PM10 dari kendaraan terhadap menurunnya kualitas udara ambien, mengestimasi kerugian sosial dan ekonomi dari pencemaran PM10 , dan merumuskan kebijakan berdasarkan hasil analisis dan estimasi tersebut. Pemodelan dengan sistem dinamis merupakan metode penelitian yang dapat digunakan untuk mengestimasi variabel lingkungan, sosial dan ekonomi yang akan terjadi pada masa mendatang, sehingga intervensi kebijakan dapat dilakukan untuk menghindari terjadinya kerusakan lingkungan, kerugian sosial dan ekonomi yang lebih besar. Validasi model menggunakan uji teori dan uji sensitivitas (robustness) dilakukan untuk menghasilkan model yang valid dan reliabel. Metode yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari metode statistik sederhana, metode pemodelan sistem dinamis, dan metode analisis multi kriteria. Metode statistika sederhana untuk menganalisis variabel yang digunakan seperti data penduduk, PDRB, dan data meteorologi. Metode pemodelan dengan sistem dinamis digunakan untuk mengestimasi besarnya emisi, konsentrasi ambien, dan dampak pencemaran PMIO pada kerugian sosial dan kerugian ekonomi. Metode analisis multi kriteria untuk menganalisis kebijakan. Data yang digunakan adalah data sekunder dari berbagai sumber. Keterbatasan data penggunaan kendaraan di Jakarta untuk mengestimasi emisi kendaraan, model dinamis yang dibangun menggunakan metode perbandingan antara data penelitian telah digunakan pada penelitian sebelumnya. Model dispersi Gaussian untuk wilayah perkotaan digunakan untuk menentukan besarnya konsentrasi ambien PM10 . Model dampak sosial dan ekonomi menggunakan fungsi dose-response. Melalui model dinamis dapat diestimasi pengaruh meningkatnya emisi PM10 dari kendaraan per tahun terhadap menurunnya kualitas udara ambien, besarnya gangguan kesehatan (kerugian sosial), dan kerugian ekonomi akibat pencemaran PM10 . Simulasi model dinamis dilakukan pada kondisi emisi kendaraan tidak terkontrol (Bussiness as Usual = BAU), kondisi diberlakukan baku mutu emisi (BME) kendaraan, dan kondisi di mana diberlakukan kontrol terhadap volume kendaraan. Simulasi tersebut dilakukan untuk menentukan efektivitas masing-masing kebijakan tersebut dalam mereduksi kerusakan lingkungan, kerugian sosial, dan kerugian ekonomi. Untuk menentukan keberhasilan intervensi kebijakan dalam mereduksi kerusakan lingkungan, kerugian sosial dan kerugian ekonomi, digunakan metode analisis multi kriteria (Multiple Criteria Decision Analysis = MCDA). Variabel-variabel yang digunakan dalam MCDA tersebut adalah variabel lingkungan, sosial, ekonomi yang diperoleh dari simulasi model dinamis dan variabel institusi sebagai variabel yang tumt mempengaruhi keberhasilan kebijakan untuk mencapai tujuan. Kebijakan lingkungan yang telah diterapkan di Jakarta merupakan kebijakan command and control (CAC), sedangkan kebijakan lingkungan yang menggunakan instrumen ekonomi (IE) belum pernah diterapkan. Menggunakan MCDA dapat ditentukan efektivitas kebijakan CAC dan IE dalam menurunkan tingkat kerusakan lingkungan, kerugian sosial, dan kerugian sosial. Hasil model dinamis menunjukkan bahwa estimasi emisi PM10 dari kendaraan pada tahun 2005 sekitar 8812 tonltahun dan kontribusi emisi kendaraan pada emisi total PMIO di Jakarta sebesar 74.5 persen pada tahun tersebut. Hal tersebut menyebabkan konsentrasi ambien PM10 telah berada di atas BMA bagi kesehatan di sebagian besar wilayah di Jakarta. Agar konsentrasi ambien PM10 memenuhi BMA maka emisi kendaraan harus direduksi lebih dari 60 persen. Meningkatnya konsentrasi ambien PM10 di atas BMA menyebabkan dampak pencemaran pada kesehatan penduduk Jakarta dan kerugian ekonomi akibat pencemaran tersebut juga meningkat. Pada tahun 2005 diestimasi jumlah kasus gangguan pemapasan akibat pencemaran PM10 lebih besar dari 78 ribu kasus dengan nilai ekonomi mencapai 4.6 triliun rupiah. Sedangkan biaya degradasi lingkungan mencapai 5.7 triliun rupiah atau sekitar 8.1 persen dari PDRB Jakarta pada tahun 2004. Kerugian secara sosial dan ekonomi tersebut akan terus meningkat apabila tidak dilakukan intervensi kebijakan untuk mereduksi tingkat emisi PM 10 dari kendaraan berrnotor. Beberapa skenario kebijakan dibangun untuk menganalisis efektivitas masingmasing kebijakan tersebut dalam mereduksi emisi PM10 dari kendaraan berrnotor. Skenario tersebut adalah skenario penggunaan BME Euro2, skenario penggunaan BME kendaraan diesel sarna dengan BME kendaraan bensin untuk kategori kendaraan penumpang, bis kecil dan truk kecil, dan skenario pembatasan volume kendaraan di wilayah Jakarta. Skenario tersebut disimulasikan untuk 2 (dua) kondisi yaitu kondisi pertama di mana kebijakan dapat diberlakukan secara langsung atau sekaligus dan kondisi kedua di mana pemberlakuan kebijakan dilaksanakan secara bertahap. Simulasi model dinamis untuk kondisi pertama menghasilkan bahwa kebijakan penggunaan BME Euro2 merupakan kebijakan yang paling efektif menurunkan tingkat emisi PM10 dari kendaraan. Sedangkan simulasi model dinamis pada kondisi kedua menghasilkan bahwa kebijakan pembatasan volume kendaraan merupakan kebijakan yang paling efektif dalam menurunkan emisi PM10 dari kendaraan. Dengan demikian untuk simulasi kebijakan lebih lanjut digunakan hasil model dinamis pada kondisi kedua. Hasil simulasi kebijakan menggunakan MCDA menunjukkan bahwa kebijakan pembatasan volume kendaraan merupakan kebijakan yang memiliki tingkat kegagalan terkecil. Namun, kebijakan pembatasan volume kendaraan membutuhkan kesiapan sarana transportasi urnum yang memadai dan karena itu membutuhkan pengelolaan yang lebih sulit dan pendanaan yang lebih besar dibandingkan skenario lainnya. Kebijakan penggunaan BME Euro2 merupakan kebijakan kedua terbaik karena kebijakan ini baru dapat dilaksanakan untuk kendaraan bam. Dari sisi pengelolaan kebijakan ini lebih mudah dilakukan dan membutuhkan pendanaan yang lebih kecil di bandingkan skenario pembatasan volume kendaraan dan penggunaan BME diesel sama dengan BME kendaraan bensin. Dengan demikian, kebijakan BME Euro2 merupakan kebijakan yang fisibel untuk diterapkan di Jakarta. Kebijakan BME Euro2 dituangkan dalam Kepmen LH Nomor 14112003 dan dioperasionalkan melalui Perda Provinsi DKI Jakarta Nomor 2/2005 yang menetapkan bahwa setiap kendaraan harus memenuhi BME dan harus melakukan uji emisi. Kegiatan uji emisi kendaraan merupakan kegiatan untuk memastikan bahwa setiap kendaraan memenuhi BME, atau dengan kata lain kegiatan ini bertujuan untuk memonitor emisi total kendaraan. Kepmen LH Nomor 141/2003 dan Perda Provinsi DKI Jakarta Nomor 2/2005 merupakan kebijakan CAe. Kegiatan uji emisi atau monitoring emisi dari sumber bergerak dalam hal ini dari kendaran bermotor suiit dilakukan melalui kebijakan CAC karena kegiatan tersebut membutuhkan teknologi peralatan untuk pengawasan, dan pendanaan kegiatan yang besar, serta kesiapan sumberdaya manusia (SDM) dalam mengoperasikan. Karena itu, berbagai negara menggunakan instrumen ekonomi sebagai instrumen insentif yang dapat mengubah perilaku masyarakat untuk menurunkan emisi polutan dari kendaraan bermotor. Beberapa negara menggunakan berbagai jenis instrumen ekonomi dan berhasil menurunkan emisi polutan dari kendaraan secara efektif. Pada penelitian ini, dilakukan perbandingan untuk menilai efektivitas antara kebijakan CAC dan instrumen ekonomi menggunakan metode MCDA. Hasil yang diperoleh adalah bahwa kebijakan instrumen ekonomi merupakan kebijakan terbaik dengan tingkat kegagalan terkecil dalam mereduksi emisi dari kendaraan. Berdasarkan hasil analisis kebijakan tersebut dan polluter pays principle maka instrumen ekonomi dapat diterapkan untuk mengendalikan pencemaran dari emisi kendaraan bermotor sebagai bagian dari kebijakan lingkungan. Beberapa instrumen ekonomi seperti pajak kendaraan, subsidi terhadap penggunaan alat kontrol polusi pada kendaraan, dan pajak penggunaan jalan yang telah diterapkan dibeberapa negara dapat digunakan sebagai model instrumen ekonomi dalam kebijakan lingkungan di wilayah Jabodetabek. Kesimpulan dari penelitian ini adalah meningkatnya emisi PM10 dari kendaraan mempercepat terjadinya degradasi kualitas udara ambien. Untuk memperoleh konsentrasi ambien sesuai dengan BMA untuk kesehatan maka dibutuhkan reduksi emisi lebih dari 60 persen dari tingkat emisi kendaraan pada tahun 2005. Menurunnya kualitas udara ambien menyebabkan meningkatnya berbagai gangguan kesehatan dan secara rata-rata gangguan kesehatan meningkat di atas 10 persen per tahun. Nilai ekonomi dari gangguan kesehatan tersebut pada tahun 2005 mencapai 7 persen dari PDRB Jakarta pada tahun 2004. Upaya pengendalian pencemaran udara selama ini dilakukan melalui kebijakan penetapan standar emisi kendaraan belum efektif menurunkan emisi dari kendaraan bermotor. Karena itu, kebijakan standar emisi tersebut harus diikuti oleh kebijakan instrumen ekonomi karena pengawasan emisi total kendaraan melalui kebijakan CAC tidak cost-effective. Pemberlakuan kebijakan lingkungan harus mencakup wilayah Jabodetabek, karena tingginya penglaju dari wilayah Bodetabek. Penggunaan revenu dari instrumen insentif yang berkaitan dengan kendaraan bermotor harus dapat dikembalikan kepada masyarakat dalam 3 (tiga) bentuk yaitu: pertama meningkatkan prasarana dan sarana transportasi sebagai pelayanan yang diberikan pada pembayar pajak. Kedua, meningkatkan fasilitas kesehatan sebagai pelayanan yang diberikan pada masyarakat yang terkena dampak. Ketiga, untuk biaya abatemen dengan memberikan subsidi bagi penggunaan alat kontrol polusi pada kendaraan lama yang belum memenuhi BME serta memperluas ruang terbuka hijau yang dapat mereduksi emisi polutan dari kendaraan.

Item Type: Thesis (Doctoral)
Additional Information (ID): 40188.pdf
Uncontrolled Keywords: Acid deposition,command and control (CAC) policies, dynamic simulation,goal programming,multi criteria decision analysis (MCDA),SOX and NOX gases
Subjects: 300 Social Science > 360-369 Social Problems and Services (Permasalahan dan Kesejahteraan Sosial) > 363.73 Pollution (Masalah Pencemaran Lingkungan, Polusi )
Divisions: Thesis,Disertasi & Penelitian > Disertasi
Depositing User: CR Cherrie Rachman
Date Deposited: 17 Oct 2016 08:28
Last Modified: 17 Oct 2016 08:29
URI: http://repository.ut.ac.id/id/eprint/2893

Actions (login required)

View Item View Item