Wahyono, Effendi and Tangkilisan, Yuda B. and Marihandono, Djoko (2013) Pelayaran Perintis dalam Integrasi Nasional dan Perkembangan Daerah Perbatasan, Terpencil, dan Tertinggal 1974-2012. Project Report. Universitas Terbuka, Jakarta.
|
Text
2013_68.pdf Download (2MB) | Preview |
Abstract
Trayek Pelayaran perintis di Indonesia diselenggarakan sejak tahun 1974, dengan maksud untuk menghubungkan daerah-daerah terpencil di kepulauan Nusantara sehingga daerah-daerah tersebut dapat tersentuh program-program pembangunan. Untuk itu pemerintah memberikan subsidi kepada kepal-kapal yang mengarungi jalur-jalur pelayaran perintis.Melalui penelitian dengan menggunakan metode sejarah, dapat diketahui bahwa pelayaran perintis dapat digunakan untuk dua tujuan sekaligus yaitu pertama untuk mendukung pembangunan di daerah-daerah terluar, terdepan, dan terpencil yang secara umum masih merupakan daerah tertinggal; dan kedua untuk meningkatkan ketahanan dan keamanan batas wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Melalui jalur trayek pelayaran perintis, daerah-daerah terluar dari wilayah NKRI secara teratur dilalui kapal-kapal berbedera Indonesia. Trayek pelayaran kapal perintis bersifat penugasan. Direktorat Jenderal Perhubungan Laut setiap tahun menerbitkan Surat Keputusan trayek pelayaran perintis. Pengadaan kapal perintis dilakukan melalui pelelangan umum, yang dapat diikuti baik oleh perusahaan pelayaran BUMN/BUMD maupun perusahaan pelayaran swasta. Hingga tahun 2012, ada 80 unit kapal perintis yang tersebar di 32 pelabuhan pangkal, dan menyinggahi 487 pelabuhan singgah. Dari 80 unit kapal, 36 di antaranya kapal milik pemerintah yang dibangun khusus untuk angkutan pelayaran perintis. Selebihnya, yaitu 44 unit merupakan kapal swasta yang melayani trayek pelayaran perintis. Kapal-kapal swasta tersebut sebenarnya merupakan kapal barang yang diberikan toleransi untuk mengikuti trayek kapal perintis. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa trayek pelayaran perintis tidak banyak mengalami perubahan sehingga daerah-daerah tersebut secara permanen menikmati subsidi pelayaran. Hal ini menyebabkan subsidi untuk pelayaran perintis terus membengkak. Dari panjangnya jalur yang harus dilalui, diketahui bahwa jalur pelayaran perintis terlalu panjang sehingga perjalanan memakan waktu lama (sekitar 15 hari untuk satu kali perjalanan). Dari sisi keteraturan jadwal dikatahui bahwa jadwal singgah dan berangkat di setiap pelabuhan belum teratur yang disebabkan karena beberapa hal seperti cuaca buruk, kapal rusak, dan prosedur pelelangan yang tidak tepat waktu sehingga sering terjadi kontrak lama sudah berakhir, sementara pelelangan untuk kontrak yang baru masih dalam proses.
Item Type: | Monograph (Project Report) |
---|---|
Additional Information (ID): | 2013_68 |
Uncontrolled Keywords: | Pelayaran; Daerah Terpencil |
Subjects: | 300 Social Science > 330-339 Economics (Ilmu Ekonomi) > 338.9598 In Indonesia (Perkembangan Ekonomi di Indonesia, Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia) |
Divisions: | Thesis,Disertasi & Penelitian > Penelitian |
Depositing User: | Praba UT |
Date Deposited: | 07 Nov 2016 04:47 |
Last Modified: | 25 Jul 2019 06:56 |
URI: | http://repository.ut.ac.id/id/eprint/5670 |
Actions (login required)
View Item |